MENGUNGKAP RITUAL MECARU SEBAGAI KETAHANAN BUDAYA LOKAL ETNIS BALI DI KABUPATEN LANGKAT -
Isi Artikel Utama
Abstrak
Caru dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) artinya : korban (binatang), sedangkan ‘Caru‘ dalam bahasa Sanskrit artinya ‘keseimbangan/keharmonisan’. Jika dirangkaikan, maka dapat diartikan: Caru adalah korban (binatang) untuk memohon keseimbangan dan keharmonisan. ‘Keseimbangan/keharmonisan’ yang dimaksud adalah terwujudnya ‘Trihita Karana’ yakni keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (parahyangan), sesama manusia pawongan, dan dengan alam semesta (palemahan). Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses dari ritual mecaru dan untuk mendeskripsikan bagaimana mecaru dapat bertahan pada etnis Bali ditengah perkembangan sosial budaya yang begitu pesat. Metode yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawanacara, dan dokumentasi, analisis data berupa pengumpulan data, reduksi data, analisis akhir untuk mendapatkan kesimpulan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa proses ritual mecaru selalu sesuai dengan atauran yang dipercayai oleh umat hindu pada umumnya yaitu salah satunya persembahan yang diberikan pada ritual mecaru berupa, api, air, buah, bunga dan ayam. Ritual ini biasanya dilakukan pada pada jam 5 sore sampai dengan jam 6.30 menit di simpang 4 atau 3 depan rumah. Strategi yang dilakukan masyarakat Bali di langkat dalam mempertahankan ritual mecara sebagai ketahanan budaya lokal di langkat yaitu dengan tetap melaksanakan berbagai upacara, tradisi dan adat istiadat sesuai ajaran umat Hindu di Denpasar Bali.
Rincian Artikel
LP2M-UMNAW-Copyright@ 2018