BENTUK SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME BERBASIS PRANATA ADAT DALIHAN NA TOLU
Main Article Content
Abstract
Beberapa tahun belakangan ini sering didengar melalui media elektronik tentang tindak pidana terorisme dalam masyarakat, seperti: Peristiwa bom bunuh diri pada tiga gereja di Surabaya, 13 Mei 2018, bom bunuh diri di pintu gerbang Mapoltabes Surabaya, 14 Mei 2018, peristiwa penyerangan ke Markas Polisi Daerah Riau, 16 Mei 2018, dan beberapa kejadian lainnya. Deretan kejahatan di atas timbul, karena selain kurang tegas, adil dan manfaatnya materi pengaturan hukum tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, juga diakibatkan oleh kurang diberdayakannya potensi masyarakat adat dalam pencegahan tindak pidana terorisme. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian empiris dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis (sosio legal approach). Sedangkan data yang digunakan adalah data kualitatif dengan tidak mengesampingkan data kuantitatif. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan antropologis dan yuridis sosiologis atau pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pencegahan tindak pidana terorisme berbasis adat Dalihan na Tolu dilakukan dengan aturan yang terkandung dalam: a. Filosofi adat Dalihan na Tolu, b. Sipaingot yang berisi: Sipaingot menghindari permusuhan, Sipaingot menjaga kewaspadaan, Sipaingot menjaga persatuan, Sipaingot mematuhi pemimpin, Sipaingot kesetiaan terhadap tanah kelahiran, Sipaingot kewajiban membalas kebaikan, Sipaingot meningkatkan kompetensi diri. 2) Jenis sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak terorisme: a. Uhum Hora, b. Sappal Dila, c. Dibondarkon, d. Dipaorot sian Marga, e. Dipaulak Salipi Natartar, f. Uhum Hatoban, g. Disula. Model Pencegahan tindak terorisme semacam ini telah sejalan dengan Qur`an dan Hadis dan semua jenis sanksi tersebut telah sesuai dengan Hukum Ta`zir.
Article Details
LP2M-UMNAW-Copyright@ 2018