STRATEGI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA GENDER DALAM BERINTERAKSI
Main Article Content
Abstract
ABSTRAK
Bahasa adalah praktik komunikasi yang dimediasi oleh sistem linguistik yang mengantarkan berbagai maksud dan tujuan si penutur. Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memanfaatkan bahasa sebagai alat pengajaran di dalam kelas yang disebut pembicaraan guru atau teacher talk. Pembicaraan guru yang disampaikan dengan tutur santun dapat menciptakan suasana yang harmonis dan pada saat yang sama dapat meningkatkan hubungan yang lebih bersahabat antara guru dan siswa atau gurur ke guru. pembicaraan guru yang santun diklaim sebagai sumber utama keberhasilan pembelajaran disekolah. Sebaliknya pembicaraan guru yang tidaksantunan memiliki dampak negatif yang bisa menimbulkan konflik bagi siswa karena bisa menimbulkan kekecewaan atau sakit hati. Setiaporangmemilikipersepsisendiri-sendiritentangpemakaian bahasa. Penelitian ini mengkaji strategi ketidaksantunan berbahasa dituturkan guru yang berbeda jenis dalam berinteraks serta perbedaan strategi yang dituturkan guru laki-laki dan guru perempuan dan mengapa perbedaan itu ada.Jenis dan desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini memberikan suatu bentuk pemahaman dan pengembangan secara objektif terhadap strategi ketidaksantunan berbahasa berdasarkan perspektif gender dalam interaksi kelas. Ada 4 strategi ketidaksantunan yang dituturkan oleh guru laki-laki dan perempuan yaitu ketidaksantunan secara langsung (baldonrecordimpoliteness), ketidaksantunan secara tidak langsung (off-record impoliteness), ketidaksantunan positif (positive impoliteness), ketidaksantunan negatif (negative impoliteness), dan kesantunan semu (fake impression). Perbedaan ketidaksantunan berbahasa yang dituturkan guru laki-laki dan perempuan dalam berinteraksi yaitu guru laki-laki lebih cenderung menuturkan ketidaksantunan berbahasa secara langsung. Hal ini dikarenakan sifat yang tidak fleksibel dimana laki-laki dalam mengeluarkan tutur selalu menjaga emosional, terbuka, dan berani akan akibat dari tuturnya tersebut. Sedangkan guru perempuan cenderung bertututr tidak santun secara tidak langsung. Hal ini dikarenakan stereotip yang lebih inferior bagi perempuan dimana lebih merasa perlu berhati-hati dalam berbahasa sehingga bahasa kiasa dianggap dapat mempertahankan kesopanan bagi perempuan.
Kata Kunci :Ketidaksantunan berbahasa, Gender, Interaksi